1. Pendahuluan
Karya sastra suatu objek yang menarik untuk diamati dari segi apapun. Karya sastra merupakan hasil kerja kreatif, imajinatif dan padat makna yang mengungkapkan persoalan kehidupan manusia. Persoalan tersebut digambarkan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat.
Suatu media penyampaian masalah kehidupan dalam karya sastra adalah novel. Novel bermanfaat sebagai media hiburan dan pendidikan, novel menghadirkan
peristiwa kehidupan manusia yang di dalamnya terkandung berbagai macam nilai sosial. Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang banyak mempermasalahkan aspek sosial dibandingkan dengan bentuk karya sastra lainnya seperti puisi, cerpen dan sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perilaku tokoh Permana dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan KH dilihat dari segi point of view, character, and Characterization. 2. Pembacaan dan Analisis a. Point of view Point of view atau sudut pandang sendiri memiliki pengertian sebagai cara penulis menempatkan dirinya sendiri didalam cerita. Secara mudah, sudut pandang adalah teknik yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya. Berikut adalah bagian-bagian dari sudut pandang : a) Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal. Penulis sebagai pelaku sekaligus narator yang disebut “Aku.” Di cerita ini b) “Aku” sebagai tokoh bukan utama Penulis sebagai “aku” dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan “aku” hanya sebagai saksi atau kawan tokoh utama. “aku” adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utam. Di cerita ini penulis menjadi tokoh tersebut, yaitu sebagai narator dari cerita keluarga Permana ini. c) Orang ketiga tokoh utama Penulis menampilkan tokoh dengan cara menyebutkan nama ataupun menggantinya dengan kata “dia” Di cerita ini semua menjadi tokoh ketiga karena tidak ada tokoh yang menjadi aku, tapi disini semua diceritakan dengan penokohan sendiri-sendiri. b. Karakter Karakter yang terkandung didalam novel ini yaitu: a) Farida (Ida) Farida merupakan tokoh utama, yang mempunyai sifat yang mulia, baik dan patuh terhadap orangtuanya, pendiam, cekatan dalam bekerja, miskin pengetahuan, dan lugu. Tokoh ini central, yaitu banyak sekali mengalami konflik yang terjadi dalam keluarga Permana. Farida ini mengalami kejadian yang suram. Dia mengalami hamil diluar nikah, dan dia terpaksa menggugurkan kandungannya, dan harus berpindah agama karena ingin menikah dengan orang yang berbeda agama yaitu Sumarto. b) Sumarto Sumarto mempunyai sifat ramah, penyayang, sopan, berani, kaya pengalaman, dan romantis. Kesembronoan Sumarto adalah melakukan kesalahan yang menimbulkan konflik di keluarga Permana dimana dia menghamili Ida. Tokoh ini adalah sentral yang antagonis. c) Permana Tokoh KP yang juga berperan langsung jalannya cerita KP adalah Permana. Deskripsi psikologis tokoh ini sangat menonjol. Latar belakang psikologis ini dimunculkan pada perubahan sikap dan perilaku pada saat Permana mengalami pemecatan di kantornya karena tuduhan korupsi. Pada awalnya Permana bersifat baik, ramah, tidak suka marah-marah, penyabar, bergembira, dan bisa menghibur istri dan anaknya. Sifatnya itu berubah seketika ketika ia menghadapi kenyataan yang buruk yaitu ia dipecat dari pekerjaannya. Hal ini membuat Permana frustasi dan terpukul atas keadaan yang menimpanya. Sifat Permana berubah menjadi pemarah, kasar, kejam, tidak lagi penyabar, dan pencemburu. d) Saleha Saleha merupakan istri dari Permana, kehadirannya dalam cerita KP sangat penting guna mendampingi Permana, sifat Saleha di cerita ini adalah baik, istri yang setia, taat, penyabar, dan taat pada suami. e) Mang Ibrahim Tokoh ini sangat kontroversi dalam cerita ini. Tokoh ini sangat berpran penting dengan pengangkatan tema cerita lewat kepribadiannya yang tegas, tuguh, keras, dan pandangan agamanya yang radikal. Dia digambarkan sebagai tokoh yang di tuakan yang taat beragama, berpandangan islam yang radikal, bergaris keras, dan tegas dalam berprinsip agama. f) Bi Tati Bi Tati seorang yang penyayang, baik, dan pengertian. Dia di cerita ini berperan sebagai nenek Ida yang mengasuhnya dari sejak kecil. Ida adalah cucu kesayangan bi Tati. g) Saifudin Kehadiran tokoh ini sebagai pendamping mang Ibrahim. Mendampingi mang Ibrahim dalam hal-hal mengungkapkan dimensi sosial keagama, maka tokoh ini agaknya untuk memberikan kontras dengan pengetahuan keagamaannya yang cukup tua. Justru dengan usianya yang masih muda itu Saifudin digunakan untuk menunjukan, bahwa dalam hal ilmu pengetahuan termasuk ilmu dan wawasan agama, usia tidak menjadi sebuah patokan. h) Nenek Lengkong. Nenek lengkong merupakan tokoh yang penting dalam kehidupan Ida, karena ia yang mengajarkan Ida tentang agama islam. Dia sebagai tempat pengaduan Eha ketika ada permasalahan di keluarga Permana. i) Komariah. Tokoh ini berperan sebagai pembantu rumah tangga di keluarga Permana. Dia bersifat penurut dan polos. j) Pastur Murdiono Tokoh ini juga berperan penting dalam pengembangan cerita keluarga Permana. Jika mang Ibrahim dan Saifudin pemuka tokoh agama islam, maka Murdiono sebagai pemuka agama Katolik. Kehadiran tokoh ini merupakan perimbangan sekaligus antagonis bagi Mang Ibrahim dan Saifudin. Murdiono dilukiskan bersifat ramah, lemah lembur, dan mudah meneduhkan hati dan pikiran orang lain. 3. Kesimpulan Cerita Novel ini menceritakan tentang keluarga yang damai dan tentram. Keluarga ini bernama Keluarga Permana yang beranggotakan 3 orang yaitu, Permana sebagai kepala keluarga atau seorang ayah, Saleha sebagai istri atau mamah, dan Farida sebagai anak mereka. Pada awalnya keluarga ini adalah keluarga yang bahagia, dengan ayah yang ramah, pengertian, penghibur, dan sebagai ayah yang sempurna. Dan ibu yang penyayang, dan sebagai istri yang penurut. Tapi semuanya mulai sirna ketika Permana di pecat dari kantornya akibat dugaan korupsi. Permana sangat tertekan dan stress, dia prustasi dengan kenyataan yang dialaminya. Permana berubah menjadi pemarah, suka menyiksa, dan cemburuan. Setiap harinya ia selalu menyiksa Ida sebagai cara meluapkan amarahnya dengan cara menyiksanya dengan rotan ataupun gesper. Sedangkan Saleha sangat sibuk dengan urusan kantornya, dia selalu pulang lebih dari jam kantor, dia selalu lembur karena pekerjaannya terlalu banyak dan mengharuskan dia melembur. Ida semakin terpuruk karena siksaan yang selalu ia terima setiap harinya dari sang ayah, Ida semakin menutup dirinya, semakin menjadi seorang yang sangat asing di rumah sendiri karena tidak ada tempat pengaduan yang seharusnya mamahnya lah yang bisa menjadi teman curahan hatinya. Setelah Sumarto datang di kehidupan keluarga Permana, kehidupan Ida pada kala itu rada membaik, karena Ida sekarang mempunyai tempat mencurahkan segala keluh kesahnya kepada lelaki itu. Dengan seiringnya waktu mereka pun saling jatuh cinta dan sampai-sampai melakukan hal yang tidak diperbolehkan oleh agama. Permana mulai gelisah dengan kelakuan mereka yang selalu berdua di belakang yang itu adalah tempat si Sumarto tinggal, Permana memperingati Ida agar tidak terlalu sering bertemu dengan Sumarto. Karena Permana sangat hawatir dengan kelakuan mereka berdua, akhirnya Permana bermaksud untuk mengusir Sumarto untuk pindah pondokan. Permana beralasan rumahnya akan dijual untuk mengelabui Sumarto agar pindah pondokan dan tidak menyinggung perasaannya, akhirnya Sumarto pun telah pindah dan tidak tinggal di rumah keluarga Permana lagi. Tidak lama kemudian Ida mulai sakit-sakitan dan dia sering muntah. Komariah pembantu keluarga Permana pun mulai curiga dengan sakitnya Ida. Komariah pun bercerita kepada Saleha tentang sakitnya Ida. Ternyata Ida sudah dua bulan lebih ia tidak haid, dan mencurigai bahwa Ida sedang hamil. Karena Komariah pernah memergoki kelakuan Ida dan Sumarto yang melakukan hubungan suami istri di dalam kamar Sumarto, dan menceritakan semua kelakuan Ida pada waktu itu pada Saleha. Saleha mulai curiga, dia langsung pergi menemui Ida yang sedang sakit di kamarnya. Pertama Eha menanyakan tentang sakitnya Ida, lama kelamaan Eha menanyakan tentang hamilnya Ida. Pada awalnya Ida tidak mau menjawabnya, tetapi setelah di introgasi terus menerus akhirnya Ida pun mengakui kehamilannya itu. Eha sangat terpukul dengan kenyataan itu, Eha menceritakannya pada suaminya. Suaminya sangat marah dan Eha mencoba meredamkan emosi suaminya itu. Karena Eha tidak mau kena malu sama tetangganya, Eha pun berniatan untuk menggugurkan kandungan Ida. Eha mencari cara untuk menggugurkan kandungan anaknya. Permana memberi usulan agar pergi ke dokter, tapi Eha tidak setuju dengan usulan Permana, karena Eha takut nantinya dokter bisa menceritakan kasus ini ke orang lain. Eha teringat dengan seorang dukun yang biasa di sebut dukun Ambon. Eha mencari informasi mengenai dukun Ambon tersebut, dan Eha mendapatkan informasi itu dari Bi Mimin. Eha langsung menemui dukun tersebut, dan meminta pertolongan kepada dukun Ambon. Pada awalnya dukun Ambon tidak mau karena pasiennya harus datang sendiri ketempatnya, karena ada sedikit sogokan akhirnya dukun Ambon menyetujuinya. Eha meminta obat untuk kandungan yang berumur tiga bulan lebih, padahal usia kandungan Ida baru menginjak dua bulan. Obat itu telah didapatnya, dan langsung dikasihkan kepada Ida dan harus langsung dihabiskan. Setelah di minum obat itu mulai bereaksi dengan cepat, Ida mulai kesakitan, ia tidak bisa menahan sakitnya itu. Setelah beberapa lama Permana mulai khawatir dengan keadaan Ida. Permana langsung menghubungi istrinya yang sedang berada dikantor, Eha langsung pulang dan menghampiri anaknya yang sedang kesakitan. Ia langsung memberikannya obat yang telah di bawanya tadi, obat itu berfungsi sebagai penghilang rasa sakit. Keesokan harinya Ida masih kesakitan semalaman keluarga itu tidak bisa tidur karena mereka mengurus Ida yang sedang kesakitan, dan akhirnya Ida segera dibawa ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Permana di marahi oleh dokter asing yang tidak segan-segan memarahinya, seharusnya Ida dibawa ke rumah sakit dari kemarin, karena Ida harus di kiret karena kandungan Ida sangatlah rusak. Singkat cerita Ida sudah melakukan operasi dan melakukan aktifitas seperti biasanya. Namun, kehidupannya sangatlah berbeda Ida lebih murung dan suasana di rumah bagaikan gua yang sangat gelap gulita. Sumarto menemui Pastur yang lama di kenalnya, pastur itu bernama Murdiono. Dia adalah gudang rahasia Sumarto sejak kecil. Sumarto menceritakan semuanya pada Murdiono. Dan Murdiono menyarankan agar Ida di bawa menghadapnya untuk diberi nasihat. Setelah itu Sumarto langsung menemui Ida ke sekolahnya, dia menceritakan semua apa yang Sumarto di peroleh dari pastur Murdiono. Sumarto akan menikahi Ida, tetapi Sumarto tidak bisa berpindah agama, pada awalnya Ida tidak yakin untuk pindah, tapi Ida berpikiran bahwa yang paling mengerti pada saat ini adalah Sumarto, dan akhirnya Ida pun menyanggupinya. Ida dibawa ke gereja, dia dibawa menghadap pastur Murdiono. Ida diberi nasihat oleh pastur, dan tidak lama kemudia Ida di baptis. Sebelum di baptis hati Ida tidak menentu, tidak merasakan hal yang mengesankan ataupun menyenangkan, malahan Ida merasakan ada yang kurang di dalam hidupnya. Ida pulang dan dia pun kembali masuk ke kamarnya, ia sedih dan menutupi mukanya dengan bantal yang ada. Tangisan Ida pun terdengar oleh Eha, Eha langsung menghampiri anaknya itu. Ia bertanya ada masalah apa lagi yang disembunyikan oleh Ida. Ida langsung bercerita bahwa ia akan menikah dengan Sumarto dan harus agama, dan Ida pun bercerita bahwa Ida telah di baptis, namun hatinya merasa terpaksa. Eha langsung bercerita kepada suaminya tentang apa yang telah Ida ceritakan. Permana pun langsung menyetujuinya karena ia berpikiran bahwa inilah yang diinginkan oleh anaknya itu. Pernikahan pun dilaksanakan tidak lama dari kejadian tersebut, para keluarga pun di undang. Mang Ibrahim dan nenek lengkong sangatlah kecewa atas keputusan yang di ambil oleh Ida. Tapi apalah karena sudah terjadi mereka pun pasrah tapi mang Ibrahim yang paling kecewa pada saat itu. Pernikahan pun telah dilaksanakan walaupun dengan suasana yang sangat berbeda. Karena biasanya banyak unsur islami tapi sekarang berbeda, pernikahan yang banyak unsur katoliknya. Ida pun dibawa oleh suaminya pergi ke kampung suaminya yaitu Jatiwangi dengan menggunakan suburban. Selang satu minggu kabar duka menghampiri keluarga Permana, yaitu kabar telah meninggalnya Ida karena komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit yang berada di perutnya itu. Konfik didalam keluarga Permana pun sempat menghampiri, yaitu mengenai keberagamaannya Ida, dan Eha sangat yakin bahwa Ida masih beragama islam karena Eha ingat pada waktu itu Ida berkata bahwa ia terpaksa untuk melakukan perpindahan agama itu. Jenazah pun tiba dan di sambut oleh tangisan dari saudara-saudaranya, terlebih tangisan Eha yang sebagai mamahnya. Ia menyesali kejadian yang pernah menimpa keluarganya, ia menyalahkan dirinya sendiri lah yang salah. Setelah diletakan di rumah duka, akhirnya jenazah itu di kebumikan dengan cara katolik tidak menggunakan cara seperti lazimnya yang beragama islam. Eha sangat menyadari bahwa sekarang Ida adalah tanggung jawab dari Sumarto yang sebagi suami dari Ida. Setelah pemakaman selesai Permana tidak beranjak dari pusaran anaknya, dia sangat bersedih atas meninggalnya Ida. Permana mengingat kelakuan yang telah dilakukan oleh nya pada anaknya. Hari itu hujan turun yang melengkapi kesedihan keluarga Permana. 4. Amanat Amanat yang bisa kita ambil dalam novel ini adalah, kita tidak boleh meluapkan amarah kita kepada anak karena bisa menimbulkan trauma yang berkelanjutanb, kita juga harus memengang teguh dengan apa yang kita imani sekarang, jangan lah sekali-kali kita berniatan untuk berpindah agama karena tuntutan dari pasangan kita. 5. Referensi - K.H. Ramadhan, Keluarga Permana. - praktis bahasa indonesia ,, deni sugono 2011,,, penerbit badan pengembangan dan pembinaan bahasa kementerian pendidikan dan kebudayaan,,, jalan daksinapati barat IV,,, rawamangun, Jakarta timur. - Bruno. 2005. Psikologi Pendidikan Dengan pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya
peristiwa kehidupan manusia yang di dalamnya terkandung berbagai macam nilai sosial. Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang banyak mempermasalahkan aspek sosial dibandingkan dengan bentuk karya sastra lainnya seperti puisi, cerpen dan sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perilaku tokoh Permana dalam novel Keluarga Permana karya Ramadhan KH dilihat dari segi point of view, character, and Characterization. 2. Pembacaan dan Analisis a. Point of view Point of view atau sudut pandang sendiri memiliki pengertian sebagai cara penulis menempatkan dirinya sendiri didalam cerita. Secara mudah, sudut pandang adalah teknik yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya. Berikut adalah bagian-bagian dari sudut pandang : a) Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal. Penulis sebagai pelaku sekaligus narator yang disebut “Aku.” Di cerita ini b) “Aku” sebagai tokoh bukan utama Penulis sebagai “aku” dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan “aku” hanya sebagai saksi atau kawan tokoh utama. “aku” adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utam. Di cerita ini penulis menjadi tokoh tersebut, yaitu sebagai narator dari cerita keluarga Permana ini. c) Orang ketiga tokoh utama Penulis menampilkan tokoh dengan cara menyebutkan nama ataupun menggantinya dengan kata “dia” Di cerita ini semua menjadi tokoh ketiga karena tidak ada tokoh yang menjadi aku, tapi disini semua diceritakan dengan penokohan sendiri-sendiri. b. Karakter Karakter yang terkandung didalam novel ini yaitu: a) Farida (Ida) Farida merupakan tokoh utama, yang mempunyai sifat yang mulia, baik dan patuh terhadap orangtuanya, pendiam, cekatan dalam bekerja, miskin pengetahuan, dan lugu. Tokoh ini central, yaitu banyak sekali mengalami konflik yang terjadi dalam keluarga Permana. Farida ini mengalami kejadian yang suram. Dia mengalami hamil diluar nikah, dan dia terpaksa menggugurkan kandungannya, dan harus berpindah agama karena ingin menikah dengan orang yang berbeda agama yaitu Sumarto. b) Sumarto Sumarto mempunyai sifat ramah, penyayang, sopan, berani, kaya pengalaman, dan romantis. Kesembronoan Sumarto adalah melakukan kesalahan yang menimbulkan konflik di keluarga Permana dimana dia menghamili Ida. Tokoh ini adalah sentral yang antagonis. c) Permana Tokoh KP yang juga berperan langsung jalannya cerita KP adalah Permana. Deskripsi psikologis tokoh ini sangat menonjol. Latar belakang psikologis ini dimunculkan pada perubahan sikap dan perilaku pada saat Permana mengalami pemecatan di kantornya karena tuduhan korupsi. Pada awalnya Permana bersifat baik, ramah, tidak suka marah-marah, penyabar, bergembira, dan bisa menghibur istri dan anaknya. Sifatnya itu berubah seketika ketika ia menghadapi kenyataan yang buruk yaitu ia dipecat dari pekerjaannya. Hal ini membuat Permana frustasi dan terpukul atas keadaan yang menimpanya. Sifat Permana berubah menjadi pemarah, kasar, kejam, tidak lagi penyabar, dan pencemburu. d) Saleha Saleha merupakan istri dari Permana, kehadirannya dalam cerita KP sangat penting guna mendampingi Permana, sifat Saleha di cerita ini adalah baik, istri yang setia, taat, penyabar, dan taat pada suami. e) Mang Ibrahim Tokoh ini sangat kontroversi dalam cerita ini. Tokoh ini sangat berpran penting dengan pengangkatan tema cerita lewat kepribadiannya yang tegas, tuguh, keras, dan pandangan agamanya yang radikal. Dia digambarkan sebagai tokoh yang di tuakan yang taat beragama, berpandangan islam yang radikal, bergaris keras, dan tegas dalam berprinsip agama. f) Bi Tati Bi Tati seorang yang penyayang, baik, dan pengertian. Dia di cerita ini berperan sebagai nenek Ida yang mengasuhnya dari sejak kecil. Ida adalah cucu kesayangan bi Tati. g) Saifudin Kehadiran tokoh ini sebagai pendamping mang Ibrahim. Mendampingi mang Ibrahim dalam hal-hal mengungkapkan dimensi sosial keagama, maka tokoh ini agaknya untuk memberikan kontras dengan pengetahuan keagamaannya yang cukup tua. Justru dengan usianya yang masih muda itu Saifudin digunakan untuk menunjukan, bahwa dalam hal ilmu pengetahuan termasuk ilmu dan wawasan agama, usia tidak menjadi sebuah patokan. h) Nenek Lengkong. Nenek lengkong merupakan tokoh yang penting dalam kehidupan Ida, karena ia yang mengajarkan Ida tentang agama islam. Dia sebagai tempat pengaduan Eha ketika ada permasalahan di keluarga Permana. i) Komariah. Tokoh ini berperan sebagai pembantu rumah tangga di keluarga Permana. Dia bersifat penurut dan polos. j) Pastur Murdiono Tokoh ini juga berperan penting dalam pengembangan cerita keluarga Permana. Jika mang Ibrahim dan Saifudin pemuka tokoh agama islam, maka Murdiono sebagai pemuka agama Katolik. Kehadiran tokoh ini merupakan perimbangan sekaligus antagonis bagi Mang Ibrahim dan Saifudin. Murdiono dilukiskan bersifat ramah, lemah lembur, dan mudah meneduhkan hati dan pikiran orang lain. 3. Kesimpulan Cerita Novel ini menceritakan tentang keluarga yang damai dan tentram. Keluarga ini bernama Keluarga Permana yang beranggotakan 3 orang yaitu, Permana sebagai kepala keluarga atau seorang ayah, Saleha sebagai istri atau mamah, dan Farida sebagai anak mereka. Pada awalnya keluarga ini adalah keluarga yang bahagia, dengan ayah yang ramah, pengertian, penghibur, dan sebagai ayah yang sempurna. Dan ibu yang penyayang, dan sebagai istri yang penurut. Tapi semuanya mulai sirna ketika Permana di pecat dari kantornya akibat dugaan korupsi. Permana sangat tertekan dan stress, dia prustasi dengan kenyataan yang dialaminya. Permana berubah menjadi pemarah, suka menyiksa, dan cemburuan. Setiap harinya ia selalu menyiksa Ida sebagai cara meluapkan amarahnya dengan cara menyiksanya dengan rotan ataupun gesper. Sedangkan Saleha sangat sibuk dengan urusan kantornya, dia selalu pulang lebih dari jam kantor, dia selalu lembur karena pekerjaannya terlalu banyak dan mengharuskan dia melembur. Ida semakin terpuruk karena siksaan yang selalu ia terima setiap harinya dari sang ayah, Ida semakin menutup dirinya, semakin menjadi seorang yang sangat asing di rumah sendiri karena tidak ada tempat pengaduan yang seharusnya mamahnya lah yang bisa menjadi teman curahan hatinya. Setelah Sumarto datang di kehidupan keluarga Permana, kehidupan Ida pada kala itu rada membaik, karena Ida sekarang mempunyai tempat mencurahkan segala keluh kesahnya kepada lelaki itu. Dengan seiringnya waktu mereka pun saling jatuh cinta dan sampai-sampai melakukan hal yang tidak diperbolehkan oleh agama. Permana mulai gelisah dengan kelakuan mereka yang selalu berdua di belakang yang itu adalah tempat si Sumarto tinggal, Permana memperingati Ida agar tidak terlalu sering bertemu dengan Sumarto. Karena Permana sangat hawatir dengan kelakuan mereka berdua, akhirnya Permana bermaksud untuk mengusir Sumarto untuk pindah pondokan. Permana beralasan rumahnya akan dijual untuk mengelabui Sumarto agar pindah pondokan dan tidak menyinggung perasaannya, akhirnya Sumarto pun telah pindah dan tidak tinggal di rumah keluarga Permana lagi. Tidak lama kemudian Ida mulai sakit-sakitan dan dia sering muntah. Komariah pembantu keluarga Permana pun mulai curiga dengan sakitnya Ida. Komariah pun bercerita kepada Saleha tentang sakitnya Ida. Ternyata Ida sudah dua bulan lebih ia tidak haid, dan mencurigai bahwa Ida sedang hamil. Karena Komariah pernah memergoki kelakuan Ida dan Sumarto yang melakukan hubungan suami istri di dalam kamar Sumarto, dan menceritakan semua kelakuan Ida pada waktu itu pada Saleha. Saleha mulai curiga, dia langsung pergi menemui Ida yang sedang sakit di kamarnya. Pertama Eha menanyakan tentang sakitnya Ida, lama kelamaan Eha menanyakan tentang hamilnya Ida. Pada awalnya Ida tidak mau menjawabnya, tetapi setelah di introgasi terus menerus akhirnya Ida pun mengakui kehamilannya itu. Eha sangat terpukul dengan kenyataan itu, Eha menceritakannya pada suaminya. Suaminya sangat marah dan Eha mencoba meredamkan emosi suaminya itu. Karena Eha tidak mau kena malu sama tetangganya, Eha pun berniatan untuk menggugurkan kandungan Ida. Eha mencari cara untuk menggugurkan kandungan anaknya. Permana memberi usulan agar pergi ke dokter, tapi Eha tidak setuju dengan usulan Permana, karena Eha takut nantinya dokter bisa menceritakan kasus ini ke orang lain. Eha teringat dengan seorang dukun yang biasa di sebut dukun Ambon. Eha mencari informasi mengenai dukun Ambon tersebut, dan Eha mendapatkan informasi itu dari Bi Mimin. Eha langsung menemui dukun tersebut, dan meminta pertolongan kepada dukun Ambon. Pada awalnya dukun Ambon tidak mau karena pasiennya harus datang sendiri ketempatnya, karena ada sedikit sogokan akhirnya dukun Ambon menyetujuinya. Eha meminta obat untuk kandungan yang berumur tiga bulan lebih, padahal usia kandungan Ida baru menginjak dua bulan. Obat itu telah didapatnya, dan langsung dikasihkan kepada Ida dan harus langsung dihabiskan. Setelah di minum obat itu mulai bereaksi dengan cepat, Ida mulai kesakitan, ia tidak bisa menahan sakitnya itu. Setelah beberapa lama Permana mulai khawatir dengan keadaan Ida. Permana langsung menghubungi istrinya yang sedang berada dikantor, Eha langsung pulang dan menghampiri anaknya yang sedang kesakitan. Ia langsung memberikannya obat yang telah di bawanya tadi, obat itu berfungsi sebagai penghilang rasa sakit. Keesokan harinya Ida masih kesakitan semalaman keluarga itu tidak bisa tidur karena mereka mengurus Ida yang sedang kesakitan, dan akhirnya Ida segera dibawa ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Permana di marahi oleh dokter asing yang tidak segan-segan memarahinya, seharusnya Ida dibawa ke rumah sakit dari kemarin, karena Ida harus di kiret karena kandungan Ida sangatlah rusak. Singkat cerita Ida sudah melakukan operasi dan melakukan aktifitas seperti biasanya. Namun, kehidupannya sangatlah berbeda Ida lebih murung dan suasana di rumah bagaikan gua yang sangat gelap gulita. Sumarto menemui Pastur yang lama di kenalnya, pastur itu bernama Murdiono. Dia adalah gudang rahasia Sumarto sejak kecil. Sumarto menceritakan semuanya pada Murdiono. Dan Murdiono menyarankan agar Ida di bawa menghadapnya untuk diberi nasihat. Setelah itu Sumarto langsung menemui Ida ke sekolahnya, dia menceritakan semua apa yang Sumarto di peroleh dari pastur Murdiono. Sumarto akan menikahi Ida, tetapi Sumarto tidak bisa berpindah agama, pada awalnya Ida tidak yakin untuk pindah, tapi Ida berpikiran bahwa yang paling mengerti pada saat ini adalah Sumarto, dan akhirnya Ida pun menyanggupinya. Ida dibawa ke gereja, dia dibawa menghadap pastur Murdiono. Ida diberi nasihat oleh pastur, dan tidak lama kemudia Ida di baptis. Sebelum di baptis hati Ida tidak menentu, tidak merasakan hal yang mengesankan ataupun menyenangkan, malahan Ida merasakan ada yang kurang di dalam hidupnya. Ida pulang dan dia pun kembali masuk ke kamarnya, ia sedih dan menutupi mukanya dengan bantal yang ada. Tangisan Ida pun terdengar oleh Eha, Eha langsung menghampiri anaknya itu. Ia bertanya ada masalah apa lagi yang disembunyikan oleh Ida. Ida langsung bercerita bahwa ia akan menikah dengan Sumarto dan harus agama, dan Ida pun bercerita bahwa Ida telah di baptis, namun hatinya merasa terpaksa. Eha langsung bercerita kepada suaminya tentang apa yang telah Ida ceritakan. Permana pun langsung menyetujuinya karena ia berpikiran bahwa inilah yang diinginkan oleh anaknya itu. Pernikahan pun dilaksanakan tidak lama dari kejadian tersebut, para keluarga pun di undang. Mang Ibrahim dan nenek lengkong sangatlah kecewa atas keputusan yang di ambil oleh Ida. Tapi apalah karena sudah terjadi mereka pun pasrah tapi mang Ibrahim yang paling kecewa pada saat itu. Pernikahan pun telah dilaksanakan walaupun dengan suasana yang sangat berbeda. Karena biasanya banyak unsur islami tapi sekarang berbeda, pernikahan yang banyak unsur katoliknya. Ida pun dibawa oleh suaminya pergi ke kampung suaminya yaitu Jatiwangi dengan menggunakan suburban. Selang satu minggu kabar duka menghampiri keluarga Permana, yaitu kabar telah meninggalnya Ida karena komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit yang berada di perutnya itu. Konfik didalam keluarga Permana pun sempat menghampiri, yaitu mengenai keberagamaannya Ida, dan Eha sangat yakin bahwa Ida masih beragama islam karena Eha ingat pada waktu itu Ida berkata bahwa ia terpaksa untuk melakukan perpindahan agama itu. Jenazah pun tiba dan di sambut oleh tangisan dari saudara-saudaranya, terlebih tangisan Eha yang sebagai mamahnya. Ia menyesali kejadian yang pernah menimpa keluarganya, ia menyalahkan dirinya sendiri lah yang salah. Setelah diletakan di rumah duka, akhirnya jenazah itu di kebumikan dengan cara katolik tidak menggunakan cara seperti lazimnya yang beragama islam. Eha sangat menyadari bahwa sekarang Ida adalah tanggung jawab dari Sumarto yang sebagi suami dari Ida. Setelah pemakaman selesai Permana tidak beranjak dari pusaran anaknya, dia sangat bersedih atas meninggalnya Ida. Permana mengingat kelakuan yang telah dilakukan oleh nya pada anaknya. Hari itu hujan turun yang melengkapi kesedihan keluarga Permana. 4. Amanat Amanat yang bisa kita ambil dalam novel ini adalah, kita tidak boleh meluapkan amarah kita kepada anak karena bisa menimbulkan trauma yang berkelanjutanb, kita juga harus memengang teguh dengan apa yang kita imani sekarang, jangan lah sekali-kali kita berniatan untuk berpindah agama karena tuntutan dari pasangan kita. 5. Referensi - K.H. Ramadhan, Keluarga Permana. - praktis bahasa indonesia ,, deni sugono 2011,,, penerbit badan pengembangan dan pembinaan bahasa kementerian pendidikan dan kebudayaan,,, jalan daksinapati barat IV,,, rawamangun, Jakarta timur. - Bruno. 2005. Psikologi Pendidikan Dengan pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar