Sabtu, 17 Desember 2016

HOLIEW pertemuan ke 2



1. Sejarah Sebagai Diakronis dan Sinkronik
Banyak metode yang bisa mengulas mengenai sejarah dan salah satunya yaitu diakronis dan sinkronik. Untuk bisa lebih tahu apa yang dimaksud dengan keduanya itu kita akan membahas satu persatu sebagai berikut:
A.   Sejarah sebagai diakronis
Diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia artinya melintasi atau melewati dan khronos yang berarti perjalanan waktu. Dengan demikian, diakronis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dan tidak berdiri sendiri atau timbul secara tiba-tiba.
Konsep diakronis melihat bahwa peristiwa dalam sejarah mengalami perkembangan dan bergerak sepanjang masa. Melalui proses inilah, manusia dapat melakukan perbandingan dan melihat perkembangan sejarah kehidupan masyarakatnya dari jaman ke jaman berikutnya.
Dalam diakronis perlu dicermati hal berikut :

1.    Dalam konsep berpikir diakronis, mempelajari kehidupan sosial secara memanjang berdimensi waktu.
2.    Konsep berpikir diakronis memandang masyarakat sebagai suatu yang terus bergerak dan memiliki hubungan kausalitas atau sebab akibat.
3.    Menguraikan proses transformasi yang terus berlangsung dari waktu ke waktu kehidupan masyarakat secara berkesinambungan.
4.    Menguraikan kehidupan masyarakat secara dinamis.
5.    Digunakan dalam ilmu sejarah.
Sedangkan dalam cara berpikir sinkronis perlu dicermati hal berikut :
1)    Kerangka berpikir sinkronis mengamati kehidupan sosial secara luas berdimensi ruang.
2)    Konsep berpikir sinkronis memandang kehidupan masyarakat sebagai sebuah sistem yang terstruktur dan saling berkaitan diantara unit yang ada.
3)    Menguraikan kehidupan masyarakat secara deskriptif dengan menjelaskan bagian per bagian.
4)    Menjelaskan struktur dan fungsi dari setiap unit dalam kondisi statis.
5)    Digunakan oleh ilmu sosial, seperti geografi, sosiologi, politik, ekonomi, antropologi, dan arkeologi.



B.   Cara Berpikir Sinkronik Dalam Mempelajari Sejarah
Sinkronis artinya meluas dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu. Pendekatan sinkronik biasa digunakan dalam ilmu-ilmu sosial. Sinkronik lebih menekankan pada struktur, artinya meluas dalam ruang. Pendekatan sinkronis menganalisa sesuatu tertentu pada saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Ini tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang berkontribusi pada kondisi saat ini, tetapi hanya menganalisis suatu kondisi seperti itu.

Istilah memanjang dalam waktu itu meliputi juga gejala sejarah yang ada didalam waktu yang panjang itu. Ada juga yang menyebutkan ilmu sinkronis, yaitu ilmu yang meneliti gejala-gejala yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas. Beberapa contoh penulisan sejarah dengan topik-topik dari ilmu sosial yang disusun dengan cara sinkronik lainnya misalnya Tarekat Naqsyabandiyah dan Qodiriyah di pesantren-pesantren Jawa.
Ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial ini saling berhubungan. Kita ingin mencatat bahwa ada persilangan antara sejarah yang diakronik dan ilmu sosial lain yang sinkronik. Artinya ada kalanya sejarah menggunakan ilmu sosial, dan sebaliknya, ilmu sosial menggunakan sejarah ilmu diakronik bercampur dengan sinkronik. Contoh : Peranan militer dalam politik (1945-1999) yang ditulis seorang ahli ilmu politik; Elit Agama dan Politik (1945- 2003) yang ditulis ahli sosiologi.

2.   Periodesasi Sastra Muslim
         Berdasarkan periodesasi yang diajukan Harun Nasution di atas, pembabakan Sastra Islam atau sastra Muslim dapat dipetakan menjadi beberapa periode, yakni klasik (611-1258 M), pertengahan (1258-1800), dan modern (1800-s.d. sekarang). Rinciannya adalah sebagai berikut.
        Pertama, Periode Klasik, yakni sastra muslim yang berkembang pada masa Rasulullah hingga masa hancurnya Bani Abbasiyah. Periode ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa masa lagi, yakni:
·                     Masa Rasulullah (23 Tahun, yakni 611-632);
·                     Masa Khulafa al-Rasyidun (30 tahun, yakni 632-661);
·                     Masa Daulah Umayyah (92 tahun, yakni 661-750);
·                     Masa Daulah Abbasiyah (518 tahun, yakni 750-1258). Tahun 1258 ini merupakan titik tonggak peralihan dari masa klasik ke masa pertengahan dari periodesasi peradaban Islam. Tahun ini merupakan masa keruntuhan Dinasti Abbasiah yang berpusat di Baghdad karena serangan pasukan Mongol. Setelah keruntuhan ini, wilayah muslim dikuasai oleh penguasa-penguasa lokal [sultan atau wazir] yang berpusat di berbagai wilayah yang tersebar, baik di Timur maupun di Barat, hingga munculnya beberapa kerajaan besar di berbagai wilayah dunia Islam.
      KeduaPeriode Pertengahan, yakni sastra muslim yang berkembang pada masa 1258-1800. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa setelah keruntuhan Baghdad, sebagai pusat utama kekhalifahan (kekuasaan politik) muslim, wilayah-wilayah muslim dikuasai oleh penguasa-penguasa lokal, yang kemudian dikenal sebagai "lima kerajaan muslim" besar, yakni Turki Utsmani [Eropa], Safawiah-Persia, Mughal-India [Asia Selatan], Aceh Darussalam (Melayu) dan Mataran Islam (Jawa) [Keduanya berada di Asia Tenggara]. Semua kerajaan ini tumbuh berkembang di daerah-daerah periferal [penyangga] dunia Islam, atau tidak muncul di wilayah pusat [Timur Tengah]. Karenanya, sebagian ahli menganggap masa ini sebagai abad kegelapan bagi Islam di Timur Tengah. Anggapan ini tidak terlalu salah jika sudut pandangnya adalah politik; tetapi jika ditelisik dari aktivitas lainnya, Islam di Timur Tengah tidaklah sesuram yang disajikan dalam bidang politik.
      Pada periode ini, kehidupan aktivitas sastra muslim berada pada beberapa wilayah besar, yakni
·         Sastra muslim pada wilayah protektorat Turki Utsmani, 
·         Sastra muslim di wilayah Safawiyah-Persia, 
·         Sastra muslim di wilayah Mughal-India, 
·         Sastra muslim di Melayu-Nusantara, dan 
·         Sastra muslim di Jawa (Cirebon, Banten, Demak,Mataran Islam)
·         Sastra muslim di Sulawesi (Bone dan Tidore)
     Ketiga, Periode Modern, yakni sastra muslim (Islam) yang berkembang pada masa 1800 hingga masa sekarang. Titik tonggak peralihannya adalah ketika dunia Muslim dikuasai oleh kolonial dan imperialis Eropa, terutama wilayah-wilayah di Timur Tengah. Misalnya, Mesir jatuh pada kekuasaan Napoleon Bonaparte pada tahun 1789. Pada sisi lain, imperialisme Eropa atas dunia Islam ini telah memunculkan berbagai gerakan pembaharuan dan modernisasi di berbagai wilayah Muslim. Karenanya, periode 1800 ini dijadikan tonggak masa modern dalam periodesasi sejarah Muslim.
     Periode ini dapat juga dipetakan menjadi beberapa masa:
·         Sastra muslim pada masa intensif persentuhan Barat terhadap dunia timur [untuk tujuan perdagangan dan koloni]
·         Sastra muslim pada masa kolonialisme dan imperialisme Barat atas dunia Timur
·         Sastra muslim pada masa pembaharuan pemikiran dan pergerakan menuju kemerdekaan
·         Sastra muslim pada masa revolusi fisik kemerdekaan dunia Islam 
·         Sastra muslim pada masa pasca-kemerdekaan
     Pembabakan di atas, sekali lagi, mengikuti periodesasi politik yang terjadi pada masyarakat muslim.
Menurut Galtung, sejarah adalah ilmu diakronis berasal dari kata diachronich; ( dia dalam bahasa latin artinya melalui/ melampaui dan chronicus artinya waktu ). Diakronis artinya memanjang dalam waktu tetapi terbatas dalam ruang. Sinkronis artinya meluas dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu.


Tidak ada komentar:

Kita Bisa Menaklukannya

Halo gengs apa kabs today? udah lama uni ngga ngepost, bingung sih mau ngeposting apa soalnya yaa gitulah yah biasa orang yang so sibuk tea...